Dana Desa Rawan Dikorupsi, Jika Tidak Gunakan Sistem Pengelolaan Yang Baik

Foto: Ginanda Siregar
SUARA INDEPENDEN.COM, JAKARTA- Keberadaan dana desa yang sudah digelontorkan dinilai rawan korupsi dan dapat menyeret para kepala desa korupsi, Padahal sebagian kasus korupsi di tingkat desa karena ketidakpahaman para kades dalam memanfaatkan anggaran.

Menghindari terjadinya penyelewengan anggaran, pemerintah pusat diminta mempersiapkan sistem pengelolaan dana yang menjamin akuntabilitas pengguna anggarannya.

Total Dana Desa yang digulirkan untuk pembangunan desa di Indonesia mencapai Rp 100 triliun. Hal ini membuat pihak Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi ketar-ketir. Pasalnya, dengan jumlah yang cukup fantastis, dana tersebut rawan dikorupsi.

Saya meminta kepala desa Se- indonesia jangan menyalahartikan pemberian dana tersebut sebagai kebijakan bagi-bagi uang semata agar tidak rawan penyelewengan anggaran. Untuk membatasi ruang gerak potensi korupsi, saya mengusulkan dibuatnya sistem pengelolaan dana desa tersebut.

“Sebenarnya yang bahaya itu jangan sampai kepala-kepala desa punya persepsi kalau dia akan dapat Rp 700 juta. Apalagi kan tiap-tiap desa berbeda populasinya, dan dengan jumlah anggaran yang disamaratakan tersebut maka bisa berpotensi terjadi penyalahgunaan dana desa.

Cara yang paling efektif untuk menyalurkan dana desa adalah dengan meminta masing-masing kepala desa untuk membuat target pembangunan jangka panjang agar alokasi penggunaan dana desa bisa terlihat lebih jelas.

Saya mengusulkan agar dana desa lebih baik dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tingkat Kecamatan untuk mencegah penyalahgunaan dana dari pada langsung menyalurkan dana tersebut ke desa-desa secara langsung.

“Yang paling pas itu sebenarnya ada pemetaan neraca komoditas masing-masing daerah, lalu mereka susun rencana alokasi dananya untuk apa saja, kemudian dikelola menggunakan sistem APBD Kecamatan. Agar selain menciptakan akuntabilitas, juga bisa menciptakan sustainability budgeting terutama bagi pembangunan-pembangunan yang membutuhkan waktu lebih dari satu tahun anggaran.

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, pemerintahan Jokowi akan segera mencairkan dana desa sebesar Rp 750 juta per desa mulai April Kemarin dengan tujuan meningkatkan produktivitas ekonomi desa.

Sesuai peraturan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan rincian Dana Desa untuk setiap kabupaten/kota secara berkeadilan, yang didasarkan pada dua jenis alokasi. Pertama, alokasi dasar, sebesar 90 persen. Kedua, alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk desa, angka kemiskinan desa, luas wilayah desa, dan tingkat kesulitan geografis desa setiap kabupaten/kota, yaitu sebesar 10 persen.

Penyaluran Dana Desa sendiri dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) kepada Rekening Kas Umum Daerah (RKUD), untuk selanjutnya dipindahbukukan dari RKUD ke Rekening Kas Desa (RKD). Dilakukan secara bertahap, penyaluran Dana Desa tahap I dilakukan pada Bulan April, sebesar 40 persen. Tahap II dilakukan pada Bulan Agustus, juga sebesar 40 persen. Untuk tahap III dilakukan pada Bulan Oktober, sebesar 20 persen.

Penyaluran Dana Desa dari RKUN ke RKUD setiap tahap tersebut dilakukan paling lambat pada minggu kedua bulan yang bersangkutan. Sementara, penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD dilakukan paling lambat tujuh hari kerja setelah Dana Desa diterima RKUD.

Untuk memastikan penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD telah dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, pemerintah akan memantau penyalurannya. Jika terjadi ketidaksesuaian dalam penyaluran Dana Desa, baik berupa keterlambatan penyaluran maupun tidak tepat jumlah penyalurannya, maka Menteri Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan akan memberikan teguran kepada bupati/walikota.

Selanjutnya, bupati/walikota wajib menyalurkan Dana Desa dari RKUD ke RKD paling lambat tujuh hari kerja sejak teguran diterima.

Sanksi berupa penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil kabupaten/kota akan diberlakukan jika bupati/walikota tidak menyalurkan Dana Desa sesuai dengan ketentuan ini. Peraturan ini sendiri mulai berlaku pada 28 Desember 2015.

Dengan berlakunya peraturan ini, maka PMK Nomor 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 

Ditulis Oleh: Ginanda Siregar
Lahir: Desa Batang Nadenggan, 18 Februari 1993
Mahasiswa S2 Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta
Prodi: Ilmu Hukum



Senin, 21 November 2016
Editor: indah Wahyuni