Foto: H Ardiansyah Saragih ketika bersama ibunda Presiden Jokowi, Hj sudjiatmi notomiharjo dikediamanya |
SUARA INDEPENDEN.COM, JAKARTA- Telah dijadwalkannya masa pemilihan suara untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) susulan bagi kota Siantar, yang direncanakan berlangsung pada 16 November 2016 mendatang, dapat menghasilkan pasangan terpilih yang benar benar dapat menjadi ‘nakoda’ pembangunan dikota itu. Pembangunan tersebut bukan hanya bersifat fisik, namun juga mental dan spritual pelaku, penikmat, ataupun pengisi di kota itu.
Untuk itu, saya sangat berharap bagi para pemilih yang menyalurkan haknya nanti dapat dengan bijak bertindak. Salah satunya tidak pemilih, pemilik suara tersebut tidak menjadi pemilih yang skeptis atau juga pemilih yang transaksional. Hal ini diungkap oleh Ardiansyah Saragih, ketua DPP Gemais, kepada Sumut Media net, Rabu (9/11/2016), melalui seluler.
Dijelaskan olehnya, bahwa tipe pemilih skeptis adalah jenis pemilih yang bisa dikatakab bukan tipologi pemilih yang yang cerdas. Pemilih jenis ini juga tidak menjadikan visi misi atau program kerja sebagai sesuatu yang harus dipakai sebagai alat ukur untuk menilai seorang kontestan (calon) sebelum menentukan pilihannya.
Dalam menentukan pilihannya, pemilih skeptis biasanya menggunakan metode acak atau random, jadi sangat tidak objektif dan sama sekali tidak cerdas.
“Sebagai contoh, pengungkapan rencana pembangunan yang digadang oleh kontestan. Sebaiknya pemilih dapat dengan bijak mentelaah apa yang disebut, dan bagaimana praktik kepantasan serta kemampuan daerah atau wilayah terkait program itu. Contohnya, lokasi, kesinambungan wilayah, sumber pelaksanaan, kemungkinan kemampuan daerah, singkronisasi lajur pembangunan, dan pemantapan pembangunan. Ini perlu hati hati, dikarenakan apabila tolak ukur salah malah bisa menjadi ‘pemenggalan’ pembangunan yang terancang dan berjangka,” ungkap Ardiansyah, mantan unsur ketua DPP KNPI tersebut.
Selain itu, pemilih transaksional, pemilih ini dimaksud sebagai pemilih yang mementukan pilihannya ketika dirinya ‘dibayar’ untuk memilih. Suara yang diberikan dianggap sebagai alat penukar yang dapat memuaskan pribadinya sesaat saja.
Ini sungguh menciptakan pola fikir yang semakin kebelakang. Upeti dijadikan sebagai pilihan. Arti demokrasi sebenar bukanlah seperti itu. Hak untuk memilih dan dipilih serta menyampaikan pendapat adalah wujud konstituonal bagi setiap warga. Pilkada berlangsung 5 tahun sekali, mamfaatkanlah hak itu sebaik mungkin, agar perkembangan juga terwujud dengan sebaik mungkin pula, sambung dirinya.
“Siantar itu berfungsi sebagai daerah pengumpul dan pengolah barang barang hasil pertanian atau perkebunan daerah hinterlandnya sekaligus tempat penyediaan dan penyaluran barang barang keperluan bagi daerah hinterlannya. Dengan keberadaannya memberikan peranan yang cukup dominan dan menentukan bagi fungsinya sebagai pusat kegiatan ekonomi,” ujarnya.
Ditanya potensi seperti apa saja yang dimaksud, dan rancang apa yang dibutuhkan terhadap kota pelaksana Pilkada susulan yang dilakukan sendiri di seluruh Indonesia, dijabar olehnya diantaranya seperti, perdagangan berdasar sesuai letaknya adalah merupakan kota transit dari lalu lintas ekonomi.
Industri, yang tumbuh dan berkembang didaerah itu terutama industri industri kecil, aneka industri, baik yang mengolah bahan hasil pertanian daerah hinterlandnya menjadi barang setengah jadi dan barang jadi, maupun industri yang mengolah bahan yang dibutuhkan oleh masyarakat daerah hinterlannya.
Koperasi, yang merupakan salah satu sarana terpenting untuk pembinaan ekonomi masyarakat. Perbangkan sebagai lembaga keuangan yang memiliki peranan meningkatkan perekonomian melalui jasa perekonomian. Pariwisata, sebagai kota transit Siantar memiliki lokasi persinggahan bagi touris seperti taman marga satwa, museum Simalungun, makam Raja dan barang papasan perang
Pendidikan, daerah yang merupakan pintu gerbang bagi anak anak didik bagi daerah hinterlandnya. Agama dan kebudayaan, kebudayaan yang beraneka ragam dan jiwa yang dinamis merupakan tenaga penggerak untuk keberhasilan pembangunannya.
“Pengelolahan kekuatan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi real melalui penguatan, penggunaan teknologi tepat guna melalui peningkatan kemampuan dipadu dengan pemamfaatan teknologi dan ilmu pengetahuan serta tetap memberikan kesempatan kerja yang banyak, meningkatkan produktifitas tenaga kerja, lalu mempergunakan sebanyak mungkin apa yang dihasilkan (baku) dari ‘dalam’. Yah mungkin pedati berputar mencapai sasaran pembangunan dan mempertinggi keterampilan,” pungkasnya singkat.
Sabtu, 12 November 2016
Jurnalis: Asso
Editor: Ginanda