Kontestasi Politik Pemilukada Jakarta: Petahana VS 2 Penantangnya

Foto: Anto Tuntas Widi Setyawan SH,MH
SUARA INDEPENDEN.COM,JAKARTA- Perkembangan politik pemilukada Jakarta menjadi isu yang sangat hangat diperbincangkan, Media cetak maupun media elektronik hampir setiap hari memberitakannya, komentar dari para pakar dan pengamat seakan menjadi bumbu penyedapnya. Karena hangatnya dinamika dan konstelasinya, sehingga muncul istilah ' Pemilukada bercita rasa Pilpres'.

Pemilukada yang yang diikuti oleh tiga pasangan calon, yaitu Basuki Cahaya Purnama (Ahok) - Djarot Saiful Hidayat,  Anies Baswedan - Sandiaga Uno serta Agus Harimurti Yudhoyono - Sylviana Murni,  merupakan pemilukada yang sangat seksi dan membuat penasaran publik. Hal ini disebabkan karena dari awal proses penentuan pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernurnya sudah terjadi tarik ulur.

Sebelum ketiga pasangan calon tersebut diumumkan, ada beberapa kandidat nama yang sudah beredar,  seperti Yusril Ihza Mahendra,  Abraham Lunggana (Haji Lulung), Tri Rismaharini,  Rizal Ramli,  Adhyaksa Dault, Hasnaeni Moein (Wanita emas) dll.  namun sekarang nama-nama itu seakan raib tidak terdengar lagi.

Yang lebih menarik,  fenomena calon perseoranganpun muncul,  seperti Ichsanuddin Noorsy sebagai calon gubernur dan Ahmad Daryoko sebagai calon wakilnya,  namun pasangan calon inipun mengalami kegagalan karena jumlah dukungan data KTP nya tidak memenuhi syarat minimal.

 Sebelum diusung oleh partai pendukungnya,  Ahok juga sudah dipersiapkan untuk maju lewat jalur perseorangan,  yang disukung oleh sebuah komunitas yang bernama Teman Ahok, yang sudah cukup lama bergerak untuk mengumpulkan KTP dukungan dan mengumpulkan dana dengan cara menjual kaos dan beberapa souvenir.  Tetapi langkah dan upaya komunitas inipun gagal,  Ahok tidak jadi maju sebagai calon perseorangan, karena maju sebagai calon gubernur dengan diusung oleh partai politik.

Akhirnya pasangan calon mengerucut menjadi tiga.  Ahok dan Djarot adalah petahana yang diusung oleh empat partai,  yaitu PDIP,  Golkar,  Nasdem dan Hanura.  Agus dan Sylvi diusung empat partai,  yaitu Demokrat,  PPP,  PKB dan PAN, sedangkan Anies dan Sandiaga diusung oleh dua partai,  yaitu Gerindra dan PKS.

Dalam pemilukada Jakarta ini tidak hanya menjadi ajang pertarungan ketiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur,  tetapi terkesan juga menjadi pertarungan dan gengsi antar elit-elit partai politik. Yaitu antara kubu Megawati Soekarno Putri,  kubu Susilo Bambang Yudhoyono dan kubu Prabowo Subianto.

Saling kritik, sindir dan saling serang dari ketiga pasangan calon inipun sudah mulai sering terdengar,  ada yang menyindir mengenai penggusuran dan banjir, ada yang menyindir kalo salah satu kandidat mangkir dari pajak sehingga ikut Tax Amnesti dan ada juga yang menyindir kalo salah satu calon hanya dikorbankan dan dijadikan tumbal oleh orangtuanya untuk menjadi calon gubernur. 

Adanya saling kritik,  saling serang dan saling sindir dari pasangan satu terhadap pasangan yang lain semakin menambah rame dan semaraknya perhelatan kontestasi pemilukada di Jakarta. Tentunya diharapkan pasangan calon tidak hanya larut saling kritik dan sindir,  tanpa berpikir mengenai kualitas program kerja untuk bagaimana membangun Propinsi DKI Jakarta lebih maju lagi kedepan.

Saling adu kualitas program inilah hal yang paling krusial sebenarnya,  karena publik akan bisa mengetahui dan memahami konsep - konsep yang ditawarkan oleh masing - masing calon dan kemudian dapat menilainya untuk selanjutnya untuk menentukan pilihan, dan tentunya yang terbaiklah yang diharapkan dapat menjadi orang nomor 1 di Jakarta.  Baik tidak cukup,  kalau yang lebih baik dimungkinkan ( good is not enough,  when better is possible).

Tetapi ironisnya,  ketiga calon gubernur tersebut ternyata bukan calon yang berasal dari kader partai,  hanya dua diantara dua calon wakilnya berasal dari partai,  yaitu Djarot dari PDIP dan Sandiaga Uno dari Gerindra,  sementara Sylviana Murni adalah seorang birokrat,  sehingga terkesan partai-partai politik minim mempunyai stok kader yang potensial dan qualified menjadi pemimpin.  Tentu hal ini seharusnya menjadi sebuah catatan dan atensi dari partai politik untuk lebih mempersiapkan lagi kadernya untuk dapat bertarung dalam kontestasi politik tidak hanya di DKI Jakarta,  tetapi lebih luas dalam skala nasional. 

Ditulis Oleh: Anto Tuntas Widi Setyawan SH,MH
Lahir, Wanosobo, 03 Januari 1989
Kabid Hikmah IMM DPD DKI Jakarta 

Kamis, 06 Oktober 2016
Editor: Ginanda