Dinamika Aksi Damai Bela Islam 411

Foto: Mahasiswa UIN Jakarta, M. Z. Saddam Nasution
SUARA INDEPENDEN.COM, JAKARTA- Masih segar dalam ingatan ketika jutaan muslim jakarta bahkan beberapa daerah Nusantara ikut serta dalam  aksi damai bela Islam  411 lima hari yang lalu, yang tentunya jika dicermati maka akan banyak hikmah dan/pesan yang dibawanya. Hal ini telah menjadikan beberapa individu maupun lembaga memberikan sudut pandang yang berbeda. Tidak dipungkiri bahwa dari kalangan muslim sendiri ada pihak yang kurang setuju akan aksi damai 411 dengan dalih bahwa dibalik aksi damai tersebut ada unsur politik yang menyusupi .Namun bagi mereka yang  ikut turun melangkahkan kaki mengayunkan tangan tidak mempermasalahkan hal demikian. Ustadz  Abdullah Gymnastiar (Aa Gym)  misalnya, disaat menjadi salah satu pemateri pada acara ILC, selasa (8/11/2016) malam. Beliau mengungkapkan keanehan peristiwa 411 “Bagaimana mengumpulkan orang sebanyak ini ? saya kira tidak ada partai mana pun yang sanggup.  Tidak ada tokoh mana pun! Jadi kalau ada yang bertanya, apa yang menggerakkan orang, saya juga berpikir kenapa saya ikut bergerak,”. Beliau menegaskan “semua ini masalah hati. Ada rasa di sini (hati.red) yang mungkin tidak bisa dijelaskan. Dan orang yang tidak merasakannya tidak akan mengerti.

Menarik memang, bagaimana tidak, seluruh elemen masyarakat sangat antusias mengikuti, mulai dari orang awam kalangan terendah sampai orang terkemuka elit atas, komunitas dan ormas islam, habaib, ulama, para kiyai dan ustadz. Elemen mahasiswa dan anak muda seperti, HMI, IMM, HIMMAH, PII, GPII dan masih banyak lainya. Pun juga beberapa kalangan elit politis dan artis  ikut turun gunung, semisal Amien Rais, Fakhri Hamzah, Fadli Jon, Rhoma Irama dan Ahmad dani. Tak terkecuali peran PFI yang selama ini dinilai oleh segelintir orang sebagai ormas yang arogan dan kasar. Menanggapi pernyataan miring dari kalangan yang tidak suka akan aksi damai 411 maka akan ada beberapa pertanyaan sebagai berikut : !

Pertama, Siapa yang anarkis ?
Tudingan bahwa aksi damai bela Islam 411 adalah sesuatu yang anarkis mungkin mudah saja bagi orang yang tidak ikut berparsitipasi dan ada indikasi ketidak sukaan akan hal tersebut, berbeda halnya bagi sang pelakon demostran damai. Justru dia melihat bahwa inilah hakikat islam yang sebenarnya. Hakikat islam yang unjuk gigi mempertontonkan kepada khalayak ramai akan jati dirinya yang mulia. Contoh saja ; para pelaku aksi damai sebelum turun lapangan diawali dengan shalat dhuha berjamaah dan dilanjutkan dengan shalat Jumat yang memenuhi semua pelataran Masjid Istiqlal. Selain mesjid Istiqlal ada ribuan pasukan demonstran yang shalat Jum’atnya dibawah terik matahari, Patung Kuda. Mengingatkan kembali akan histroris sejarah seorang pahlawan muda islam Muhammad Al-Fatih saat membawa tentaranya untuk shalat berjamaah terlebih dahulu. Sangat disayangkan tudingan anarkis jika disandingkan dengan fakta dilapangan para demonstran damai. Mungkin wajar penilain tersebut, karena dia tidak menyaksikan betapa ber-martabat-nya aksi ini, sebuah aksi damai yang sepakat menjaga kebersihan dan memelihara taman. Sebuah aksi yang tidak ada unsur serangan, bahkan, bahu membahu saling membantu, ibu-ibu yang [katanya] seperti ninja bercadar membagi-bagikan nasi secara gratis untuk para demonstran damai.

Kedua, benarkah ada aktor politik dibelakang layar aksi damai 411 ?
Sebuah analisis yang menarik terkait adanya aktor politik aksi damai 411, terlepas benar atau tidaknya, Tekanan arus liberalisme, pragmatisme ekonomi dan politik nampaknya yang mendorong presiden enggan melakukan komunikasi dengan komunitas muslim dan mendengarkan aspirasi mereka saat aksi damai 411. Presiden seolah tidak berempati kepada  ajakan rakyatnya (bukan musuhnya) sendiri untuk mengambil sikap seadil-adilnya dengan mengusut tuntas kasus sang penista agama. Berkaitan dengan analisis indikasi politik aksi damai 411, dapat di perhatikan dari dua unsur sisi pandang (1). Sisi pandang negatif; mungkin bisa saja dilihat dari keadaan sekarang. Sebuah pentasisasi politik DKI I yang dibelakangnya ada partai-partai dan kekuatan ekonomi yang tidak sepele. dan (2). Sisi pandang Positif; Ketika hukum dilaksanakan secara tebang-pilih atau diskriminatif, rakyat marah, tetapi tetap tidak bergerak, ketika korupsi berskala raksasa jelas-jelas dilindungi, sejak dari skandal BLBI, Bank Century, deforestasi (penghancuran hutan), sampai yang terbaru yaitu skandal Sumber Waras dan Reklamasi Teluk Jakarta, rakyat hanya berkeluh kesah, geram, marah, dan nyaris putus asa. Tetapi mereka tidak bergerak. Sabar dan tetap sabar. Nah, kasus Ahok yang menistakan al-Quran merupakan skandal yang sangat berebada dengan yang disebutkan tadi. Namun kasus tersebut sangat mengguncang Muslim Indonesia sehingga kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh segelintir orang yang mem-biaskan rasa keresahannya terhadap Indonesia saat aksi damai 411, yang intinya adalah hanya sekedar penumpang yang memanfaatkan keadaan. Tidak benar tudingan ada aktor politik dibalik ini. Alasan lain membenarkan tidak adanya aktor politik, karena jelas-jelas aksi damai 411 bukan sebuah aksi yang direncanakan jauh-jauh sebelumnya, melainkan tindak lanjut atas ketidak tegasnya Polri menangani kasus Gubernur Petahana Ahok.

Ketiga, Aksi damai 411 jadi bumerang pemecah belah bangsa ?
Tidak sedikit ada yang mengatakan ulah aksi damai 411 akan jadi bumerang perpecahan. Seandainya orang-orang yang seperti itu ikut turun lapangan dia akan menyaksikan satu sejarah yang sangat susah diwujudkan. Kenapa tidak, yang selama ini diantara ormas islam sendiri pun masih ada sifat ke-aku-an (ego.red), merasa benar sendiri, memperjuangkan ideologinya mati-matian tanpa melihat saudara kandung ibarat sudah menjadi ormas yang menjadi lawan. Namun sifat semua itu terhapuskan hanya dengan niat “Bela Islam Bersama”. PFI, Warga NU (sekalipun intruksi tidak boleh membawa ormas), Muhammadiyah, Persis, al-Washliyah dan masih banyak lainnya bahu membahu membentuk satu laskar “Ummat Islam Bersatu”. Ya, ini adalah ulangan sejarah Islam indonesia yang sebelumnya telah sering mengambil perjuangan melawan kolonialisme Belanda, pemberontakan petani banten akhir abad 19 yang dipimpin para kiyai bersorban dan para santri, Oktober 1945 para kiyai dan santri perang mempertahankan NKRI yang hari ini dikenal dengan istilah resolusi jihad NU. Sebagai closing statement dari tulisan ringkas ini “Mari kita umat islam Indonesia bersatu padu mempertahankan keutuhan NKRI, membela Islam sekalipun tersakiti”. Wallahu a’lam. 

Ditulis Oleh: M.Z. Saddam Nasution
Mahasiwa Universitas Islam Negeri Jakarta
Jurusan Tafsir Hadis.


Jumat, 11 November 2016
Editor: Suharno