Foto: M.Z Saddam Nasution |
SUARA INDEPENDEN.COM, JAKARTA- Pernah terdengar dari lisan sebagian orang tersiar bahwa "Politik itu haram". Sebuah kesimpulan yang hemat saya kurang obyektif dan tidak berdasar, sedihnya juga ia datang dari kalangan santri.
[Jika benar demikian mari kita ngopi].
~ Tentang Sejarah
Diberitakan bahwa ia menyatakan, Politik adalah yang ada didalamnya hanya kebohongan dan [main] tipu-tipuan. Karena politik ajang adu domba, yang intinya penuh kemudharatan.
Jika benar yang menyatakan begitu, orang yang demikian perlu diskusi dan [ngopi] banyak belajar sejarah. Bukan hanya tokoh pemikir dan politik Islam klasik seperti ibnu Abi Rabi’, al Mawardi, al Ghazali, dan Ibn Khaldun yang membahas tentang proses terbentuknya sebuah negara.
Bahkan, Sejarah Nusantara pun ada, yaitu Yai kita Hasyim Asy'ari dan Ahmad Dahlan. Yang satu mendirikan ormas [red. NU] dalam konteks ke Indonesiaan dengan tujuan mempertahankan tradisi lama utamanya nilai-nilai keislaman dari upaya pengeleburan dari tangan-tangan misionaris penjajah [Belanda] kala itu.
Satunya lagi yai kita pendiri ormas [red. Muhammadiyah] dengan kecerdasannya berupaya mengangkat pundi-pundi nilai islam melalui metode Modernisasi Islam. Kacamatanya iba karena islam Indonesia selalu tertinggal dan terjajah oleh misionaris itu lagi.
Ia ingin islamlah sebenarnya yg didepan dan berkemajuan.
Dalam perjalananya pun peran kedua ormas ini tidak cuman urusan agama bahkan politik juga [Nah loh]. Sebelum kemerdekaan pun sudah terlihat, satu berpikir bagaimana Nilai-nilai islam tetap bertahan dan satunya lagi bagimana memajukan Islam, yang intinya adalah Balance sama-sama membawa manfaat. Ibarat motor di malam hari, satu lampu depan dan satunya kaca spion sebagai pengontrol kelajuan.
Itulah perannya fase pra-kemerdekaan.
Pasca kemerdakaan pun tidak kalah main, Masih ingat dulu pernah ada "PARTAI NAHDATUL ULAMA" ?
lawan dari partai-partai besar, yaitu Partai Nasionalis Indonesia (PNI), PKI, (satunya lagi lupa nama partainya apa).
Yang penting lagi diketahui dalam perumusan Pancasila tokoh santri pun tidak tertinggal peran. Bahkan kepada KH. Wahab Hascbullah lah Ir. Soekarno minta pendapat sehingga tertulis sila pertama Ketuhan yang maha Esa yang awalnya tertulis "keTuhanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknja" yang tidak disetujui saudara kita dari Indonesia timur karena ada bunyi syariat Islam [Red. Piagam Jakarta].
Yang menarik lagi presiden Indonesia pernah sarungan kedalam istana. Siapa lagi kalau bukan Gusdur seorang tokoh santri yang menanamkan nilai- nilai demokrasi.
Memang sekarang NU bukan partai, tapi bukan tinggal peran dalam bernegara. Identik partainya NU adalah PKB dan Muhammadiyah adalah PAN. Dua duanya memberikan peran besar bagi Indonesia. Sekalipun beda pandangan politik dalam RUU Pemilu mendatang baru baru ini.
Oleh karena itu sebagai penutup, saya mengajak diri sendiri dan pembaca utamanya kalangan santri. Marilah kita jadi profesial yang santri karena tugas kita bukan hanya Ibadah Hablun min Allah tapi juga Khalifah bumi sebagai Hablun Min an-Nas.
Apapun hemat saya diatas, sebagai budaya santri tentunya saya ingin tabayyun dan klarifikasi teruntuk yang terhormat menyatakan politik itu haram. Intinya budaya ngopi ... heheh
Ditulis Oleh: Muhammad Zul Saddan Nasution
Rabu, 26 Juli 2017
Editor: Hamzah