Fahri Hamzah: Mintak KPK Tangkap Presiden Jokowi

Foto: Wakil Ketua DPR RI  Fahri Hamzah
SUARA INDEPENDEN.COM- JAKARTA-  Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menganggap langkah Presiden Joko Widodo yang menyerahkan barang gratifikasi dari sebuah perusahaan minyak Rusia Rosneft Oil Company ke Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pencitraan belaka.

Lebih parahnya lagi, menurut Fahri, penyerahan barang gratifikasi yang dilakukan demi citra positif itu justru menjadi blunder bagi Jokowi.

"Harusnya yang namanya cendera mata dari negara sahabat itu biasa saja, dari zaman Soeharto juga begitu. Hadiah tersebut bisa dimasukkan ke museum. Tapi karena maunya pencitraan malah jadi blunder," kata Fahri saat dikutip berita teratas  (30/10/2016).

Fahri menilai Jokowi sudah melakukan blunder karena ia baru mengembalikan gratifikasi ke KPK lebih dari satu bulan setelah barang itu diterima.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, barang gratifikasi harus dikembalikan paling lambat 30 hari setelah diterima.

Aturan itu tepatnya diatur dalam pasal 12C ayat (2). Jika lewat batas waktu, lanjut Fahri, maka berdasarkan pasal 12B ayat (1), pemberian itu bisa dikategorikan sebagai suap.

"Jokowi akan bermasalah jika KPK konsisten dengan sikapnya untuk memberantas korupsi dan tidak pandang bulu," ujar Fahri.

Fahri pun mempertanyakan sikap KPK yang menerima saja laporan gratifikasi itu. Harusnya, kata dia, KPK bisa proaktif dan menyelidiki lebih jauh kenapa barang tersebut baru dilaporkan setelah lebih dari satu bulan.

"Jangan karena pameran pencitraan, maka hukum dihentikan. Kalau mau tegakkan hukum ayo kita tegakkan hukum," ucap Fahri.

Sementara Menurut Kepala Sekretariat Presiden Darmansjah Djumala, barang itu diberikan usai Presiden melakukan kunjungan kerja ke Rusia pada 19-20 Mei 2016 lalu.

Hadiah-hadiah tersebut diberikan melalui pihak ketiga, Pertamina yang merupakan perusahaan minyak dalam negeri.

"Saya memenuhi instruksi Bapak Presiden tadi pagi, untuk menyerahkan satu paket gift dari sebuah perusahaan swasta di Rusia yang baru kita terima beberapa waktu lalu melalui pihak ketiga," ujar Kepala Sekretariat Presiden Darmansjah Djumala, di Gedung KPK Jakarta, Jumat (28/10/2016).

Jadi jelas, hadiah tersebut tidak diterima langsung pada saat dan waktu tersebut.  

Terkait pelaporan hadiah dari Rusia ini juga bukan hal pertama yang dilakukan Jokowi. Sehingga tidak tepat jika dikatakan sebagai pencitraan.
Sungguh aneh jika ada sebuah pencitraan yang bertahun - tahun, bukan?

Sebelumnya,  Jokowi pernah dituding menerima gratifikasi gegara gitar bass pemberian Grub Band Metalica. 

Komisi Pemberantasan Korupsi menilai bahwa pemberian gitar bass untuk Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dari personel grup band Metallica, Robert Trujillo, dapat digolongkan sebagai gratifikasi. KPK akan memverifikasi apakah ada konflik kepentingan dalam pemberian gitar bass tersebut.

Jokowi juga tampaknya cepat menanggapi. Dia langsung mengantar gitar itu ke KPK. "Yang mengantar staf saya. Saya tidak mau gara-gara gitar jadi masalah,” kata Jokowi di Balai Kota DKI Jakarta, Senin 6 Mei 2013.


Senin, 31 Oktober 2016
Jurnalis: M.Tarmizi
Editor: Asso