2 Tahun Jokowi- JK: Sudah Kerja Apa

Foto: Nur Halimah Siregar, (Mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta).
SUARA INDEPENDEN.COM, JAKARTA- Sejak dilantiknya presiden Joko Widodo alias Jokowi dan wakil presiden Yusuf Kalla. Nawacita yang sudah dijanjikan oleh presiden untuk kesejahteraan rakyat. Selain nawacita dan trisakti yang diagungkan saat kampanye pilpres, Jokowi-JK punya jargon: Jokowi-JK adalah kita. Jargon tersebut memiliki makna yang sangat dalam, sehingga masyarakat indonesia terbius olehnya. Dalam kampanye seribu janji yang diungkapkan oleh pasangan ini untuk menggaet serta mendulang suara dari masyarakat luas. Apakah janji-janji yang diberikan kepada rakyat sudah dalam proses relalisasi? Atau adakah hal-hal yang ia tidak tepati? Atau sama sekali tidak terealisasi.

Namun saat ini bukan berbicara janji yang pernah dilontarkan akan tetapi realisasi dari nawacita tersebut. Kita runut dan analisa mulai dari struktur politik yaitu perombakan atau reshuffle menteri sampai pada jilid II. Pergantian menteri yang dilakukan oleh jokowi bukan karena tanpa alasan yang jelas. Ketika kebijakan yang diusung salah satu menteri tidak sesuai dengan yang diharapkan jokowi, maka menteri akan digantikan dengan yang baru. Menteri merupakan jabatan politis yang memang bisa dirubah kapan saja. Jadi wajar presiden jokowi yang selalu obrak abrik cabinet kerjanya karena tidak sesuai dengan harapan. Namun terkesan pergantian menteri ini hanya main-main saja, karena ada menteri yang sudah digantikan dan diangkat kembali. Kepentingan politik yang sangat kental tak akan lepas dari pergantian tersbeut.

Kemudian juga, setiap langkah dan kegiatan presiden jokowi dimanapun ia berada terutama pencitraan di media massa menganjurkan untuk selalu kerja, kerja dan kerja. Namun pada kenyataan hal yang selalu diucapkan berbeda dengan faktanya. Bisa jadi kalimat ini hanya rebranding yang meningkat kualitas citra yang positif terhadap kepemimpinan jokowi. Media darling, yang selalu menyorot dan memberitakan tentang jokowi sampai saat ini masih terlihat jelas. Namun untuk proses blusukan ke beberapa daerah yang tertinggal sepertinya sudah berkurang. Disisi lain, jokowi dan pemerintah nampaknya tidak serius untuk melakukan pembebasan terhadap WNI yang ditangkap oleh abu sayyaf. Pasalnya, pada saat ini tersisa dua orang WNI yang belum bisa dibebaskan dari Abu sayyaf. Hal ini perlu diusut secara tuntas, karena ketidakberesan pemerintah dalam menangani kasus yang menimpa WNI.

Kemudian dalam bidang hukum juga masih terlihat loyo, tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Bisa kita analisa bersama bahwa kasus HAM yang sudah bertahun-tahun tidak tuntas sampai saat ini. Pembiaran seperti ini akan menjadikan kinerja Jokowi-JK terlihat semakin menurun. Kemudian juga urusan kesehatan yang dari dulu sampai saat ini tidak ada perubahan yang signifikan. Banyak korban yang meninggal akibat ditolak rumah sakit dengan alasan ruang rawat penuh. Kartu indonesia sehat sejatinya hanya sebuah janji manis namun tak ada realisasinya di lapangan. Karena masih banyak warga indonesia yang tergolong masyarakat bawah tidak mendapat pelayanan kesehatan yang cukup baik. 

Namun disisi lain, 2 tahun Jokowi-JK memimpin ada sedikit perubahan mulai dari pembangunan infrastruktur di pusat maupun daerah-daerah tertinggal dan perbatasan. Kemudian juga bisa kita lihat bersama, yang sering ramai dibincangkan dalam media yakni Jokowi berhasil menggoalkan tax amnesty. Di awal kepemimpinan jokowi sudah berani untuk menetapkan hukum mati terhadap terpidana mati kasus narkoba. 

Masyarakat tidak butuh janji manis, tapi ingin kesejahteraan yang merata dari pusat hingga daerah. Pembangunan yang mengalami ketimpangan saat ini, hendaknya Jokowi sudah berpikir panjang untuk melihat pembangunan infrastruktur di daerah perbatasan. Daerah perbatasan butuh pengayom dan pelindung sehingga mereka tidak merasa dipinggirkan. Mulai dari fasilitas sekolah serta gedung yang terlihat sudah tidak layak pakain namun belum ada rencana pembangunan dari pemerintah. Pengangguran yang saat ini meningkat menjadi PR besar Jokowi untuk menciptakan lapangan kerja yang merata. Tuntaskan hukum yang belum adil dan merata. 

Selain itu juga, masyarakat golongan bawah harus diperhatikan dengan memberikan harga yang terjangkau untuk sembako serta kebutuhan pokok lainnya. Pasalnya, saat ini harga kebutuhan pokok sudah melonjak tinggi dan mulai dari harga daging sampai harga cabai begitu melonjak tinggi. Hal-hal seperti ini harus diprioritaskan oleh Jokowi agar kesejahteraan masyarakat jadi merata.

Ditulis Oleh: Nur Halimah Siregar
Lahir, Pekan Baru 14 Agustus 2016
Kandidat Magister Ilmu Komunikasi, di Universitas Muhammadiyah Jakarta.


Minggu, 30 Oktober 2016
Editor: Ginanda